selamat datang di gumelar.blogspot.com

Selasa, 19 Mei 2009

MENGENANG PERMAINAN ANAK GOEMELAR TEMPO DOELOE


Sekentungan Kiwe..
Ruta-ruti waluh lonjong..
Lonjonge sempal doi..
Ayam kathe
Selulu lu deng…
Aning sopo…
Aning sopo…


Masih ingatkah rekan-rekan kira-kira lagu di atas merupakan soundtrack permainan apa ? Atau…


Simpe-simpe ..
Undangna barat gedhe..
Upaeh banyu tape…
Ora enthong nggo mengke…


Kalau yang ini pasti masih ingat , mantra ini yang dikumandangkan pada saat memanggil angin agar layangan kita bisa mengudara..


Dan masihkah kita ingat permainan dengklek, gobag sodor, dodolan , membela, umpet golet,uthit,incer,tulup-tulupan, dir-diran, panggal, yeyean , tendhang kaleng, wayangan,atau permainan masa kecil lainya ? sekarang keberadaanya di kecamatan Gumelar hampir seperti nasib Harimau Sumatra yaitu nyaris punah. Munculnya Siaran Televisi yang sangat variatif dan Perangkat Game ( seperti PS, Nitendo dll ) ternyata secara cepat merubah sikap mental dan kebiasaan anak-anak di kecamatan Gumelar ( mungkin juga di semua wilayah di Indonesia ).

Sekarang mungkin masih bisa ditemui permainan-permainan sederhana namun menyenangkan seperti, balap karung, menthung banyu, makan krupuk, tarik tambang dll. Tapi permainan tersebut seolah sudah dibooking hanya untuk acara tujuhbelasan ( Hari kemerdekaan ) sehingga terasa aneh jika anak-anak memainkan permainan ini dalam keseharianya atau mungkin tidak ada yang bersedia menyediakan hadiah jika dilakukan setiap hari, karena permainan ini biasanya dikompetisikan .

Kita tidak sedang bicara upaya menghadang gelombang era moderenisasi dan globalisasi atau si..si.. yang lain, namun lebih kepada mengingatkan kita akan nostalgia ( khususnya bagi rekan yang lahir tahun 80 an ke bawah ) tentang kebiasaan kita di masa kecil dalam mengisi waktu luang. Tentang bagaimana kita mensiasati kondisi yang serba terbatas pada waktu itu namun kita tetap bisa bergembira sebagaimana layaknya anak-anak .

Jaman dulu keberadaan televisi juga masih jarang sehingga untuk menikmati hiburan layar kaca memerlukan perjuangan tersendiri. Televisi untuk ukuran waktu itu merupakan salah satu symbol status sosial. Karena yang memiliki hanya orang-orang tertentu ( kaya ). Acara nonton televisi layaknya nonton organ tunggal jaman sekarang kita harus rela berdesak-desakan, Dan siaran televisi siang hari hanya bisa dinikmati beberapa kali dalam setahun ( jari satu tanganpun tidah habis untuk menghitung ) itupun biasanya kalau ellyas pical ( juara tinju dunia dari Indonesia pada saat itu) bertanding.

Mari kita coba menganalisa bentuk-bentuk permainan tempo doeloe disamping untuk menyegarkan pikiran , juga untuk menelisik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya , menurut versi saya tentunya.

1. Panggal ( gangsing ).

Bentuknya bulat seperti bola pingpong ( kaya lagu tukang bakso aja..) namun agak besaran dikit, diujungnya di beri paku yang nantinya menjadi tumpuan berputarnya panggal. Bentuk permainanya biasa disebut banthanan yaitu adu kekuatan panggal. Sebelum bermain terlebih dahulu membuat lingkaran kecil diatas tanah , kemudian salah seorang pemain memutar panggal dengan dengan tali ( punthon ) di dalam lingkaran tersebut, pemain lain melakukan hal yang sama namun diusahakan mengenai panggal lawan. Jika terjadi benturan antar panggal dan panggal salah seorang terlempar atau pecah maka dinyatakan kalah. Permainanya sebenarnya sederhana namun ada nilai yang terkandung didalamnya.

Nilainya adalah bagaimana anak-anak jaman dulu mencoba untuk bergembira dengan melakukan sebuah permainan menggunakan bahan apa adanya yang tersedia di sekitar kita tentunya tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun.

Mengapa ? karena panggal biasanya terbuat dari kayu yang banyak tersedia di sekitar kita ( biasany kayu kopi) cara pembuatanya juga mudah. Kemudian paku yang digunakan bisa paku bekas karena yang dipakai hanya ujungnya. Dan Tali untuk memutar panggal biasanya berupa punthon ( pilinan ) kain bekas kemben,jarit, atau baju yang sudah tidak terpakai. Mudah, murah dan meriah..


2. Gobag Sodor, Umpet Golet, dengklek, dodolan, membela , tendang kaleng dll.

Permainan ini tentunya rekan semua sudah banyak yang tahu. Sehingga tidak perlu saya jelaskan secara detail. Kita langsung masuk ke nilai yang terkandung dalam permainan di atas. Permainan yang saya sebutkan dalam bagian ini adalah permainan masal yang didalam memainkanya membutuhkan banyak orang ( anak ). Disini tercermin perasaan senasib dan seperjuangan dari anak-anak pada saat itu untuk bersama mencari kegembiraan.


Bagaimana tidak ? untuk memainkan permainan ini tidak dibutuhkan peralatan yang mahal ,bahkan tidak usah beli, gobag sodor hanya bermodal awu ( sekam bakar untuk membuat garis),Umpet golet hanya bermodal telapak tangan untuk menutupi mata dan kolong meja atau kolong yang lain untuk sembunyi, dengklek menggunkan pecahan genting (gendeng), dodolan hanya butuh dua buah batu ukuran sedang, membela hanya butuh tiang ( tiang apapun ), tendang kaleng hanya butuh beberapa buah kaleng bekas susu .dengan demikian semua anak dari semua strata baik Kaya maupun miskin, besar ataupu kecil,anak priyayi atau anak kuli semua bisa ikut bermain bersama (egaliter sekali bukan ? ).

Selain nilai di atas tercermin juga semangat kerjasama, karena beberapa permainan di atas adalah permainan tim, sehingga untuk menang dibutuhkan kerjasama dan saling membantu antar anggota tim. Interaksi yang terbangun oleh atmosfir permainan secara tidak langsung membangun kepribadian agar anak-anak agar tidak gamang di dalam memposisikan diri pada lingkup sosial yang lebih luas yaitu kehidupan itu sendiri

Kalau diamati permainan jaman dulu ternyata juga banyak diseputar geraakan lari dan lompat, dengan demikian jelas membuat anak menjadi lebih sehat dan enerjik ( kalu jatuh kemudian lecet sedikit dianggap wajar )

Gambaran di atas memberi kita banyak hal untuk direnungkan, coba bandingkan dengan kondisi sekarang. Permainan yang banyak disukai anak-anak adalah play station (PS) atau jenis game elektronik yang lain. Menurut saya permainan seperti itu adalah permainan yang individual sekali, karena Paling banyak hanya dilakukan oleh dua orang . Permainan ini juga membutuhkan biaya dan jika tidak memiliki sendiri maka harus menyewa ( kalo pinjem tidak diitung ) sehingga tidak semua anak bisa menikmati, Selain itu aktivitas gerakan juga hanya seputar jari dan tangan maka tidak menyehatkan secara fisik.

Hikmah yang bisa dipetik dari tulisan ini adalah bahwa segera saja rekan – rekan yang ahli dalam bidang menulis untuk menyusun buku panduan tentang cara bermain , Dengklek, Gobag Sodor, Membela , tending kaleng atau lainya, siapa tahu permainan-permainan ini akan dimasukan dalam kurikulum SD atau TK. Karena permainan ini ternyata dapat mengajari siswa tentang bagimana bekerja sama, berinteraksi , berolah raga dan bergembira sekaligus ditambah tidak memerlukan biaya. Kenapa harus ada buku panduan ? karena dijamin anak-anak kecil sekarang sebagian besar tidak tahu cara memainkan permainan-permainan diatas.




Istilah – istilah dalam permainan tempo dulu :



Dut = Dir ( gundu ) yang masuk dalam kotak permainan.
Ama dogeng = Anak yang selalu menang dalam sebuah permainan
Grepes = Dir ( gundu ) yang tidak utuh atau gompel
Jibol = Keluar arena yang telah ditentukan pada permainan.
Kao = Angka tertinggi ( angka 9 ) pada permainan wayang.
Jes = Angka mati karena lebih dari angka 10 keatas ( wayang )
Nganthet = Karet gelang yang dikaitkan satu sama lainya ( kata kerja ).
Uthit = Nama salah satu permainan karet gelang
Mil = Karet yang bersentuhan dalam permainan utit.
Panggeng = Berdiri tepaku ( diam ) dalam permainan engklek
Paces = Nama dari salah satu permainan gundhu
Tulup = Sumpit
Plintheng = Ketapel
Keblethengan = Ini bukan istilah permianan tapi karena terlalu banyak makan pedes..


( tuk )


0 Comments: